oleh Asnadi Muhammad, Jurnalis Sumsel 789
Sosok sang dosen sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia tiba-tiba menjadi viral di media sosial, Senin, 11 April 2022. Selama ini yang viral omongannya yang selalu menuai kontroversial, tapi kali ini dirinya yang diviralkan karena ‘babak-belur’ dihakimi massa, bersamaan aksi mahasiswa menolak penundaan Pemilu 2024, di kawasan Senayan Jakarta.
Oknum dosen tersebut berinisial AA. Dia adalah warga keturunan suku Minangkabau kelahiran Jakarta. Selain dosen, pakar komunikasi satu ini sering juga disebut sebagai buzzer dan influencer-nya pihak penguasa.
Berdasarkan jejak digitalnya selama ini, sepertinya AA layak disebut sebagai aktor antagonis. Karena omongan dan tindakannya sering ‘menyakiti’ perasaan orang kebanyakan, khusus umat Islam.
Berikut kutipan pernyataan AA yang berujung kegaduhan di kalangan masyarakat, yakni: “Hadis tidak sesuai dengan apa yang diucapkan dan dilaksanakan Rasulullah”, lalu “Dalam Al Qur’an tidak ada perintah sholat 5 waktu”, “Tuhan bukan orang Arab”, dan “Tuhan umat Islam tidak mengharamkan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender)”.
Tidak hanya menyinggung masalah Islam, dia juga berani menjustifikasikan warga DKI Jakarta ketika Pilkada DKI dengan menyatakan: “Orang pintar pilih Ahok, orang bodoh pilih Anies”.
Kemudian, tidak bermaksud rasis, ternyata AA pernah dipecat sebagai orang Minangkabau oleh Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) yang diketuai Irfianda Abidin.
Ini dilakukan karena tanggapan berlebihan AA terhadap permintaan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kepada Menkominfo Johnny Gerard Plate agar menghapus aplikasi Injil berbahasa Minang di google playstore. “Mencoret status orang Minang AA yang sering menistakan Islam,” demikian antara lain bunyi pernyataan MTKAAM.
Pemecatan itu dijawab AA melalui laman akun FBnya dengan menyatakan “dulu kayaknya banyak orang pintar dari Sumbar, kok sekarang jadi lebih kadrun dari kadrun?”
Terlepas banyaknya pernyataan AA yang membuat gaduh anak bangsa, sebagai sesama muslim saya ikut prihatin atas malapetaka 11 April 2022 yang menimpa AA.
Jika melihat rekaman peristiwa tragis tersebut, muncul perasaan sedih bercampur iba dan malu, bagaimana mungkin seorang berpendidikan tinggi S3 bisa digebukin sampai bonyok wajahnya, dan dilucuti pakaiannya hingga nyaris bugil sebugil-bugilnya.
Sesungguhnya banyak pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa ini, antara lain:
1. Sebagai kaum intelektual, hati-hatilah kalau berbicara. Carilah narasi dan diksi kata yang menyejukkan, tidak vulgar dan bombarbir. Ingat peribahasa kuno, ‘mulut mu harimau mu’.
- Jangan karena merasa ‘kebal hukum’ lalu seenaknya berbicara. Proses peradilan negara bisa lolos, tapi peradilan rakyat selalu menunggu bagi siapa saja yang suka menyakiti rakyat. Vonis hakim pengadilan negara bisa dihindari, tapi rakyat juga bisa ‘menghakimi’ dengan caranya sendiri. Janganlah bersifat ponga dan songong jadi orang.
- Tidak istiqomah, atau tidak konsekuen dengan sikapnya selama ini sebagai buzzer dan influencer-nya penguasa. Masyarakat menjadi maklum jika dia bersikap ‘tegak lurus’ dengan rencana penundaan Pemilu atau presiden 3 periode. Dan, menjadi aneh jika tiba-tiba dia ikut turun ke jalan dengan dalih ikut menolak wacana penundaan Pemilu yang digulirkan para petinggi negara Jangankan manusia berilmu dan berakal, mungkin Iblis pun akan marah terhadap orang yang tidak konsisten alias mencla-mencle.
- Shocktherapy. Musibah ini merupakan shocktherapy bagi para buzzer dan influencer lainnya yang juga terkesan kebal hukum, seperti Abujando dan Deny Shiregar. Sepandai-pandai tupai melompat suatu saat akan jatuh ke tanah jua. Konon, kedua oknum tersebut pernah dilaporkan atas ucapannya yang diduga kuat menistakan Islam, tapi tak pernah diproses. Ingat bung, darah itu merah dan ‘pengadilan rakyat’ lebih liar dan dampaknya sangat mengenaskan.
- Kepada oknum-oknum yang disangkakan sebagai pelaku penggebukan terhadap diri AA, kedepan hendaknya harus lebih menahan diri. Apalagi negara kita adalah negara hukum, kita dituntut tidak mudah terprovokasi dan tidak larut terbawa emosi sesaat. Walaupun mungkin rakyat sudah kesal karena pengaduan terhadap AA yang diduga menistakan agama Islam tak kunjung diproses secara hukum, namun tetap tidak boleh main hakim sendiri. Kita bukan negara bar-bar, melainkan negeri yang penduduknya punya norma keagamaan serta norma kenegaraan dan kebangsaan, sesuai Pancasila dan UUD 45.
Akhirnya, mari kita bermunajat kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar melindungi bangsa dan negara ini dari berbagai tindakan dan omongan oknum-oknum tertentu yang berujung pecahnya semangat persatuan dan kesatuan.
Buat mereka yang sampai sekarang masih terus ‘nyinyirin’ tentang ajaran Islam, stoplah. Sebagai manusia pasti ada saatnya alfa, dan disaat itu pula akan terjadi malapetaka. Semua yang ada di dunia ini ada batasnya, termasuk kekuasaan. Oleh karena itu, jangan lah demi mendukung penguasa lalu semua permasalahan dilihat dengan menggunakan kacamata kuda.