“Illegal Drilling” Berulah Sungai Dawas Tercemar

Penanganan Pencemaran Minyak Sungai Dawas. (FOTO Dinas Kominfo Muba)

KATANDA.ID – Mencari letak Sungai Dawas di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) melalui Google Maps tidak dijumpai. Hanya ada Desa Dawas yang terletak di Kecamatan Keluang, Kabupaten Muba.

Nama Sungai Dawas muncul di berbagai media massa khususnya media online dan televisi setelah sungai tersebut tercemar limbah minyak. Media sosial pun ikut menyebarluaskan rekaman video tentang sungai yang tercemar minyak akibat tertumpahnya minyak bumi hasil illegal drilling di bagian hulu sungai tersebut.

Bacaan Lainnya

Ternyata tak hanya Sungai Dawas yang tercemar, ada Sungai Parung yang juga dialiri genangan minyak mentah dampak dari hasil praktek curang. Warga yang biasa memanfaat air sungai itu pun mengeluh. Nelayan yang biasa mencari ikan di sungai itu pun ikut geram karena mata pencaharian dari menjual ikan hasil tangkapan pun terganggu.

Penjabat Bupati Muba Apriyadi meninjau langsung lokasi illegal drillling sumber pencemaran Sungai Dawas.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andi Wijaya Busro yang meninjau pencemaran tersebut melihat langsung kondisi sungai yang permukaannya tertutup lapisan minyak mentah. Banyak ikan yang mati, menurut Andi, ada dua ekor buaya juga ikut mati.

Warga mengetahui adanya pencemaran tersebut pada 15 November 2022, mendapat laporan adanya pencemaran sungai akibat illegal drillling Penjabat (Pj) Bupati Muba Apriyadi langsung datang ke lokasi pencemaran dan tempat illegal drilling. Di situ Apriyadi menemukan minyak mentah dalam  bak penampungan dan peralatan pengeboran minyak.

Apriyadi yang datang ke lokasi bersama Dandim 0401 Muba Letkol Arm Dede Sudrajat dan Kapolres Muba AKBP Siswandi geram melihat praktek illegal drilling tersebut dan adanya aliran minyak masuk ke sungai.

“Kami beri waktu 24 jam. Semua penambang kita angkut dan pemodal aktifitas penambangan ilegal ini kita kejar dan diamankan,” kata Apriyadi.

Menurut Apriyadi walau para pekerja penambang minyak ilegal ini sudah diperingatkan dan diperintahkan menghentikan aktifitas di lokasi penambangan minyak, ternyata masih terus berlangsung. “Walau sudah diperingatkan, mereka masih membandel terus beraktivitas dan sekarang mencemari sungai,” ujarnya.

Bupati Apriyadi juga akan melaporkan pencemaran yang terjadi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membantu mengatasi sungai yang telah tercemar minyak hasil pengeboran ilegal.

Kepala DLH Muba Andi Wijaya menyemprotkan oil spill dispersant ke Sungai Dawas.

Untuk mengatasi pencemaran yang mencemari Sungai Dawas, Pemerintah Kabupaten Muba dengan semua stakeholder terkait bersama mengatasi pencemaran sungai Dawas selama sepekan sejak lima hari sampai sepekan.

“Dengan dibantu dari KKKS PT Medco E&P Indonesia, Medco E&P Grissik, Ltd dan Pertamina Field Ramba sebagai pelaksana teknis dan dibantu juga dengan personil dan peralatan dari BPBD dan Dinas Lingkungan Hidup penanganan pencemaran mulai dilakukan,” kata Andi Wijaya.

Penanganan pembersihan menurut Andi, dilakukan dengan metode dengan menyemprotkan oil spill dispersant dan dengan memasang oil boom. “Dari hasil penyusuran di sungai memang ditemukan tumpahan minyak di sepanjang alur Sungai Dawas dan di pinggiran sungai yang menempel di tanaman yang berada di pinggirnya. Minyak yang berhasil dipisahkan akan diangkat dan dimasukkan ke wadah atau bak penampung,” ujarnya.

Selain membersihkan sungai dari limbah minyak, Pemerintah Kabupaten Muba melakukan edukasi dan bakti sosial yang melibatkan warga terdampak Desa Talang Baru sebanyak 60 KK dan juga diberikan bantuan kepada dua orang pengemin atau nelayan sungai yang biasa mencari ikan sebagai mata pencahariannya masing-masing sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000.

Hukum Pencemaran Lingkungan

Bupati Apriyadi melihat aliran limbah minyak masuk ke sungai.

Belum ada keterangan berapa besar kerugian akibat pencemaran limbah minyak illegal drilling di Sungai Dawas tersebut. Sebesar Rp35.000.000 seperti bantuan kepada dua nelayan tersebut? Dijamin kerugian akibat pencemaran lingkungan sangat besar. Berapa besar biaya pemulihan yang harus dikeluarkan?

Ngatijan Tenaga Ahli SKK Migas saat berbicara pada media briefing oleh SKK Migas – KKKS di Pangkal Pinang pada 2021 lalu menjelaskan tentang aktivitas illegal drilling yang merugikan negara, merusak lingkungan dan menyebabkan banyak korban jiwa.

Menurut Ngatijan ada empat dampak dari illegal drilling terhadap kegiatan operasi KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yaitu : Pertama dampak terhadap operasi yang mencakup kegiatan penyaluran produksi terganggu dan kerusakan/ pencurian fasilitas produksi. Kedua dampak sosial mencakup KKKS tidak dapat masuk ke wilayah kerja, biaya pegantian lahan masyarakat yang tercemar, pemeliharaan tidak dapat dilakukan karena akses ditutup.

Ketiga dampak finansial, dimana KKKS harus mengeluarkan biaya limbah tumpahan minyak akibat aktivitas masyarakat, dan biaya pemulihan pencemaran lingkungan sekitar Rp6 triliun. Keempat dampak lingkungan, yakni merusak lingkungan dan safety (pola operasi bor yang berpindah), pengolahan dan peredaran minyak ilegal.

Ngatijan mengatakan, “Biaya pemulihan akibat pencemaran lingkungan sebagai dampak dari illegal drilling yang terjadi pada beberapa daerah di Indonesia sebesar Rp6 triliun.”

Sementara itu menurut Benny Bastiawan Kasubdit Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kementerian LHK, dampak illegal drilling terhadap lingkungan adalah tercemarnya sumber air permukaan baik sungai, danau maupun air tanah. Kemudian merusak sistem alur  sungai akibat pengelolaan limbah minyak bumi yang tidak sesuai ketentuan. Serta terjadinya perubahan fisik maupun kimia air permukaan sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya.

Dampak lainnya, terjadi kerusakan tanah  menyebabkan perubahan unsur-unsur kimia tanah sehingga produktifitas tanah yang telah tercemar limbah minyak bumi  dari hasil kegiatan illegal drilling yang tidak melakukan pengelolaan limbah minyak bumi sesuai ketentuan menyebabkan tanah mengalami penurunan produktifitas dengan ditandai menurunnya kadar Nitrogen , Fosfor dan Kalium (unsur yang menentukan kesuburan tanah) dan akibat pencemaran minyak menyebabkan  kadar Total petroleum Hydrocarbon (TPH) pada tanah sangat tinggi yang merupakan senyawa beracun bagi produktifitas tanah dimana senyawa ini akan menurunkan porositas tanah.

“Juga merusak ekosistem hutan sebagai akibat pencemaran limbah minyak bumi yang tidak dikelola sesuai ketentuan menyebabkan  fungsi hutan sumber air, penghasil O2, penangkap karbon, plasma nutfah akan terganggu, dan terjadinya pencemaran udara apabila kegiatan illegal drilling menyebabkan kebakaran di kawasan hutan, ini yang terjadi di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi pada September 2021,” kata staf Kementerian LHK dari Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK.

Menurut Benny Bastiawan ada banyak peraturan LHK terkait dengan illegal drilling. Seperti menyangkut dokumen Amdal. Pada Pasal 22 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.” Illegal drillling jelas tidak memiliki Amdal.

Penyerahan Bantuan kepada nelayan terdampak pencemaran limbah minyak.

Kemudian yang terkait dengan pencemaran air UU No. 32 Tahun 2009 juga mengaturnya. Pasal 60 menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.” Pasal 159, “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang menimbulkan Pencemaran Air.”

Pada Pasal 276 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa, “Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.” Pasal 390 PP tersebut mengatur “Setiap Orang dilarang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media Lingkungan Hidup tanpa Persetujuan dari Pemerintah Pusat.”

Terhadap pelanggaran dari UU No. 32 Tahun 2009 menurut Benny ada ancaman hukumannya. Seperti kegiatan pengolahan minyak mentah yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup Pasal 98 sebagaimana telah diubah pada Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara, ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku, kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kemudian kegiatan pengolahan minyak mentah tanpa memiliki Persetujuan Berusaha Melanggar UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 109 sebagaimana telah diubah pada UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi : “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki: a. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4); b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Regulasi atau peraturan hukum yang mengatur akibat yang ditimbulkan illegal drilling sudah tersedia, kini menanti keseriusan dalam penegakan hukumnya yang harus diberlakukan agar menimbulkan efek jera atau menuntaskan praktek penambangan minyak bumi ilegal tersebut.

Pencemaran lingkungan akibat praktek illegal driling atau pengeboran minyak bumi ilegal dilakukan tidak sesuai standarisasi yang umum di Keluang itu tentu bukan yang pertama. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di kecamatan tersebut pada 2018 telah menemukan adanya pencemaran air sehingga dapat mempengaruhi lingkungan hidup, terutama pada kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar.

Dari penelitian Harnani Jurusan Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya (Unsri) berjudul “Kajian Tingkat Pencemaran Minyak Bumi Akibat Pengeboran Ilegal Berdasarkan Pemetaan Sungai Sumur Dan Fisika-Kimia Air Studi Kasus : Kecamatan Keluang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan” (2018) menyebutkan bahwa Kecamatan Keluang dikenal memiliki sumur-sumur pengeboran minyak bumi ilegal, berdasarkan hasil dari identifikasi fisik air sebanyak delapan sampel dinyatakan tercemar.

Penelitian dilakukan dengan metode pemetaan sungai dan sumur meliputi deskipsi karakteristik fisik air, berupa warna, rasa, bau, pengambilan contoh sample untuk analisa kandungan fisika-kimia air, dan proyeksi tingkat kesehatan masyarakat.

Kesimpulan dari penelitian itu menyatakan bahwa secara Geologi pada daerah telitian merupakan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi yang ditinjau dari aspek litologi dan kontrol struktur yang berkerja. Kemudian masyarakat setempat sulit dalam menggunakan atau memanfaatkan air sungai dikarenakan adanya pencemaran oleh pengeboran ilegal.  Serta sistem alur sungai mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Jadi secara keseluruhan sungai tercemar sedang.

Jelas bahwa berdasarkan fakta atau penelitian, illegal drilling berdampak pada kerusakan lingkungan. Selain itu kepada manusia dampak illegal drilling bisa memicu timbulnya penyakit kanker, pernafasan dan paru-paru. Minyak mentah yang mencemari lingkungan adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki tempat yang mempunyai tekanan tertentu, sehingga ketika berada di luar tekanan tersebut misalnya di luar tanah dengan tanpa pengelolaan yang baik akan menimbulkan dampak yang merugikan lingkungan dan manusia di sekitarnya. (maspril aries)

 

 

 

Pos terkait