DPR Sepakat Pemerkosaan dan Aborsi Diatur Dalam RKUHP dan UU Kesehatan

Ilustrasi.

KATANDA.ID, Jakarta – Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menyatakan sepakat RUU TPKS tidak akan mengatur tentang pidana pemerkosaan dan aborsi karena akan diatur dalam RKUHP dan Undang-Undang Kesehatan.

“Kami sepakat supaya tidak tumpang-tindih pengaturan normanya. Tidak lazim satu norma diatur di dalam dua undang-undang. Maka, kami ikut apa yang menjadi pemikiran pemerintah dalam hal ini,” kata Willy, Minggu (3/4) dikutip dari Antara.

Bacaan Lainnya

Adapun pemikiran pemerintah yang menjadi rujukan dari Willy adalah pernyataan dari Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej yang mengatakan tindak pidana pemerkosaan akan diatur di dalam RKUHP untuk menghindari tumpang-tindih antara peraturan perundang-undangan.

Willy menyebut RUU TPKS tak akan mengatur tentang pidana pemerkosaan karena pidana tersebut akan diatur di dalam RKUHP. Menurutnya, tindakan aborsi juga sudah diatur dengan jelas di dalam Undang-Undang Kesehatan.

“Korban pemerkosaan tetap diperbolehkan untuk aborsi di dalam UU Kesehatan. Terkait tindakan aborsi, nanti sepenuhnya merujuk pada UU Kesehatan saja,” ujarnya.

Politikus Fraksi Partai NasDem ini berharap panja dapat menyelesaikan pembahasan 3 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tersisa, yaitu 2 DIM untuk Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) dan 1 DIM terkait eksploitasi seksual besok.

“Semoga besok jam 10.00 WIB, rapat panja bisa selesaikan 3 DIM itu,” ujarnya.

Selaras dengan Willy, anggota panja Christina Aryani mengaku optimistis panja dan pemerintah akan menyelesaikan pembahasan mengenai RUU TPKS pekan depan.

“Saya optimis minggu depan bisa diselesaikan. Senin (4/4) besok akan dibahas beberapa jenis tindak pidana lain yang hendak dikonstruksikan,” kata Christina.

Setelah melewati tahapan pembahasan, RUU TPKS akan melalui proses redaksional di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, sebelum dibawa ke Pleno Badan Legislasi (Pleno Baleg) untuk pengambilan keputusan tingkat satunya.

Sebelumnya, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengusulkan pemerkosaan dan aborsi tidak diatur di dalam RUU TPKS. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan regulasi lain.

Menurutnya, pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Saya mampu meyakinkan satu ini, tidak akan pernah tumpang tindih dengan RKUHP, karena kita membuat matriks ketika akan menyusun RUU TPKS. Khusus memang mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RKUHP,” kata Eddy dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kamis (31/3).

Pemerintah memasukkan aborsi sebagai salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Hal itu diketahui dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah untuk RUU TPK yang tertuang dalam bahan Rapat Panja Senin, 28 Maret 2022.

Dalam DIM dimaksud tertulis: “Kekerasan seksual juga meliputi: f. aborsi”

Muatan tersebut menuai kritik dari Koalisi Save All Women & Girls (SAWG). Koalisi mengaku terkejut dengan muatan tersebut karena sejak tahun 2017 telah mengadvokasi akses layanan kesehatan reproduksi esensial termasuk aborsi aman di Indonesia. Koalisi menilai akan timbul ketidakpastian hukum apabila DIM Pemerintah diakomodasi oleh DPR. Sebab, menurut koalisi, aborsi juga diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pos terkait