KATANDA.ID, Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengatakan
Indonesia memiliki regulasi yang memadai dalam memberikan perlindungan dan memastikan kesetaraan gender pada perempuan, khususnya para perempuan yang bekerja. Payung hukum, kata Ida, mulai dari konstitusi hingga konvensi PBB hingga konvensi ILO.
“Kita bersyukur di negara kita, sudah memiliki payung hukum yang memadai untuk memberikan perlindungan pada perempuan, terutama atau khususnya para perempuan yang bekerja,” kata Menteri Ida dalam diskusi daring bertema “Perempuan Berdaya, Bangsa Berjaya” yang digelar Forum Merdeka Barat 9
(FMB9), Senin, (11/4/22).
Dia menjelaskan, terdapat tiga kebijakan pemerintah dalam menciptakan dan
keadilan, perlindungan serta kesetaraan gender bagi pekerja perempuan
Indonesia. Antara lain kebijakan yang bersifat protektif, korektif dan nondiskriminatif.
“Pertama, kebijakan yang bersifat protektif yaitu kebijakan pemerintah yang memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan terkait fungsi reproduksinya seperti istirahat haid, istirahat satu setengah bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan sesudah melahirkan, istirahat gugur kandungan,
kesempatan menyusui dan larangan mempekerjakan perempuan yang hamil
pada shift malam yang membahayakan keselamatan dan kesehatan,” urainya
Sementara kebijakan yang bersifat korektif adalah kebijakan pemerintah dalam
melarang perusahaan melakukan Pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja
perempuan karena alasan menikah, hamil atau melahirkan.
Selain itu, kebijakan korektif ini juga mewajibkan perusahaan untuk
memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam
hari dan perlindungan bagi yang bekerja di luar negeri.
“Kemudian ada kebijakan yang bersifat non-diskriminatif. Kebijakan ini berupa
perlindungan bagi pekerja perempuan terhadap praktek diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja mulai dari proses perekrutan sampai
dengan pelaksanaan kerja di tempat kerja, pelatihan dan promosi kerja, perlindungan jaminan kerja dan ketenagakerjaan serta jaminan pensiun,” paparnya.
Sebagai informasi, isu kesetaraan gender serta peluang kepemimpinan bagi perempuan menjadi isu utama yang akan dibahas dalam G20 Empower serta Women 20. Pertemuan kedua G20 Empower akan digelar di Yogyakarta pada 21-22 April 2022 mendatang. Sedangkan pertemuan pertama telah
dilangsungkan pada 29 Maret lalu yang membahas isu tentang menciptakan
lingkungan kerja yang aman bagi perempuan.
Komitmen Pemerintah Hingga Konvensi ILO
Ida menyampaikan, undang-undang dasar (UUD) 1945 jelas menyebutkan terkait komitmen pemerintah hadir mewujudkan kesetaraan gender sehingga tidak ada ketimpangan di masyarakat.
“Negara hadir untuk memberikan keadilan dan kesetaraan gender itu dimulai
dari pengaturan di konstitusi kita. Dimana dalam pasal 27 UUD 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak. Dari sini saya melihat bagaimana komitmen negara
terhadap perempuan untuk memiliki kesetaraan dengan laki-laki,” bebernya.
Lebih lanjut, Menteri Ida menuturkan perjuangan kesetaraan gender di
Indonesia dimulai pada tahun 1979 melalui konvensi PBB tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi.
“Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984 dengan undangundang Nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita,” terangnya.
Selanjutnya, pada tahun 2000, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden
(Inpres) No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional.
“Memang bentuknya masih berupa Inpres. Meskipun beberapa kali kita sudah
mencoba, saya sendiri sudah menginisiasi juga undang-undang tentang keadilan
dan kesetaraan gender,” jelasnya.
Terkait pengarusutamaan gender di sektor ketenagakerjaan, dia menjelaskan,
pada tahun 1951 dikeluarkannya Konvensi ILO No.100 mengenai Pengupahan
Sama bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang sama.
Kemudian pada 1957, Konvensi ILO ini diratifikasi melalui undang-undang No
80 tahun 1957 dan pada 1999 Konvensi ILO No. 111 tahun 1999 tentang
Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.
“Lalu pada 1999, pelaksanaan dari Kovensi ILO No.111 ini didukung dengan UU
No.21 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No.111 Concerning
Discrimination in Respect of Employement and Occupation,” imbuhnya.
“Dari sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya regulasi mulai dari konstitusi kita
sampai dengan Convention ILO yang sudah diratifikasi menunjukkan bahwa
negara hadir memberikan perlindungan, dan pencegahan terhadap segala
bentuk diskriminasi pada perempuan, termasuk diskriminasi di tempat kerja,”
tutupnya.