LBP Memang Seorang Jenderal

Riza Toni Siahaan

oleh Riza Toni Siahaan*

Sebagai seorang yang terlatih dan terdidik LBP paham tentunya apa yang disebut rintangan, hambatan, dan halangan. Sebagai seorang pemimpin dari sebuah pasukan, LBP pun paham dan pasti mengerti tentang apa, siapa, dan mengapa dalam mengatur langkah gerak anak buahnya. Dalam retorika politik yang dimainkan LBP sejatinya ada pesan yang disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan partai politik. Ada adagium yang mengatakan ‘propaganda dilahirkan kaum agama dan yang merawat serta membesarkannya adalah kaum politisi’. Propaganda (dalam bahasa Latin modern: “propagare” diartikan “mengembangkan” atau “memekarkan”) merupakan serangkaian pesan dengan tujuan agar dapat memengaruhi pendapat seseorang, tindakan masyarakat atau sekelompok orang. Informasi dari propaganda tidak disampaikan secara obyektif, melainkan informasi yang diberikan dibangun dengan tujuan agar dapat memengaruhi pihak-pihak yang mendengar maupun yang melihatnya.

Media massa adalah suatu sarana atau alat yang digunakan dalam proses komunikasi massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak. Salah satu jenis media massa yang saat ini sering digunakan adalah internet, internet ini memiliki ruang jangkauan yang sangat luar biasa, interaksi yang dilakukan mampu mepertemukan orang dan ide dalam wilayah teritori nya masing masing. Interaksi antar pengguna internet ini dalam ruang yang disebut media sosial harus diakui sering menjadi referensi utama publik ( netizen istilah kerennya )  dan tidak sedikit dapat mempengaruhi kebijakan atau peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang. pada webinar yang bertajuk ‘Tarung Opini Politik di Media Sosial” yang diadakan Lab 45 ( oktober 2021 ), data yang disampaikan memperkuat posisi media sosial sebagai salah satu instrumen propaganda yang luar biasa.

Apa yang menarik dari dua pengantar di atas, yang menariknya adalah ketika semua orang tersentak dengan beberapa inisiasi terkait lontaran pendapat tentang adanya arus kelompok masyarakat yang menghendaki perpanjangan atau penambahan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode sungguh diluar dugaan Luhut Binsar Panjaitan  ( LBP ) tampil mengunci ide tersebut dengan satu publikasi pod cast., pilihan podcastnya pun relatif tepat dan luar biasa, dalam satu sesi pertanyaan LBP melontarkan tentang big data terkait isu jabatan kepala negara. Sesi inilah yang dalam tempo cepat menjadi pembicaraan kaum netizen dengan sangat cepat, reaksi dalam fase berikutnya bahkan bisa dikatakan  menyatukan semua simbol simbol yang selama ini bergerak dalam senyap dan dengan cepat ( seperti reaksi kimia ) terjadi kontraksi yang luar biasa, dinamika media elektronik dari radio, televisi, internet, hampir dapat dikatakan menyamai sentuhan film layar lebar “ Ada Apa Dengan Cinta “ , isu yang testruktur ditampilkan dalam bungkusan bigdata nya LBP sungguh menyentuh kalbu, terkhusus bagi para penyuka dan pelaku politik.

Sesi tanya jawab dalam podcast tersebut, dalam hitungan cepat menemukan momentumnya, resonansi yang terjadi lantas banyak menjadi diskusi dari lounge hotel, cafe sampai ke lapo di ujung kampung. Pertanyaan besar tentang big data menjadi salah satu tema yang menarik di kelas menengah ke atas, pertanyaan tentang perpanjangan masa jabatan menjadi konsumsi lembaga survei, dan pertanyaan itu dikunci juga dengan sorak sorai Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia ( APDESI ) yang menginginkan perpanjangan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode. Lantas apa yang menarik ?, menjadi menarik ketika isu ini dibaca dengan siklus, fase, dan periodik. ‘siklus’ berarti putaran waktu dengan rangkaian kejadian berulang yang teratur di dalamnya, fase dalam bahasa yunani phasisi bisa berarti: tahap, tingkatan, masa, sedangkan periodik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pe.ri.o.dik [a] (1) menurut periode tertentu; muncul atau terjadi dl selang waktu yg tetap; (2) berkala. Artinya memang isu penambahan masa jabatan Kepala Negara ini dikerjakan oleh kelompok kelompok tertentu secara terukur.

Seorang LBP tentunya juga akan juga mempertaruhkan kredibilitasnya jika persoalan big data tidak dapat dihadirkan kepada publik, akan tetapi itu persoalan nanti dan lain, persoalan yang substansinya adalah muatan isu dan kepentingan isu menjadi satu orkestrasi penting. Dalam konteks media sosial, orkestrasi isu berupa tagar atau keyword tertentu yang ditrendingkan merupakan suatu yang tidak bergerak secara alamiah di media sosial akan tetapi dapat diukur variabel resonansinya. Secara digitalisasi ini memang ada rumusnya tersendiri, tetapi faktor institusi politik yang dipilih juga menjadi seni tersendiri. Sungguh menguntungkan sebenarnya dari sisi resonansi gelombang isu ini diangkat dengan baik oleh gerakan mahasiswa ( student movement ). Elektabilitas dapat di ukur melalui hasil survei, tapi dalam konteks isu yang akan menjadi variabel adalah signal dan noise. Dua hal tersebut  menjadi variabel yang memungkinkan untuk digunakan sebagai strategi.

Pada akhirnya publik juga yang akan memilah dan menentukan efektifitas isu ini, tapi tetap dalam ruang politik yan dinamis, seorang LBP memberikan satu objektifitas terhadap Ilmu Politik. Objektifitas yng diberikan tidak serta merta dari sisi kepemimpinan militer beliau saja, tapi dari sisi lain seorang LBP menghadirkan perspektif “ the end of theori “ yang juga memiliki identitas keilmiahan. Pesan yang dihadirkan dalam bungkusan big data itu merupakan satu pesan yang berdampak terhadap dunia Internasional, itu yang pokok. Ada pesan tentang posisi data dalam konteks perkembangan Indonesia menjadi satu referensi positif. Yang kedua pesan itu juga harus diartikan ada kelompok yang sistematis, mengelola isu ini untuk kepentingan kelompoknya. Pesan ini tentunya akan menjadi kalkulasi penting dalam standing partai politik yang akan bertanding di pemilu 2024 ( pilpres dan pileg serempak ), karena jika boleh mengelompokkan partisan peserta pemilu, kelompok partai politik dengan isu mendukung penambahan periode Kepala Negara ini sudah cukup terkonsolidasi. Artinya jika PDIP pun mencalonkan pasangan atau kandidatnya sendiri, maka potensi tiga kandidat adalah satu skenario yang memang sudah direncanakan dengan matang, dan LBP memang seorang jendral !.

* Anggota Perhimpunan Anak Bangsa ( PAB ) dan Pemantik Diskusi di Kelompok Kajian Indogate8

Pos terkait